20.07

ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONKIAL


DUDUT TANJUNG, S.Kp.


Fakultas Kedokteran

Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Sumatera Utara


Pengertian

Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible

dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.

Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon

trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society ).


Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,

yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.


Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.


a. Faktor predisposisi

• Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.


b. Faktor presipitasi

• Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

©2003 Digitized by USU digital library


1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

2. Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan

3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit

ex: perhiasan, logam dan jam tangan


• Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.


• Stress

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.


• Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.


• Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.


Patofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang

menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa

©2003 Digitized by USU digital library



menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.



















Manifestasi Klinik

Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala

klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.

Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ),

batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan.

Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin

banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.


Pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.

Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.

Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.


2. Pemeriksaan darah

Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.


©2003 Digitized by USU digital library


Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.


Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:

Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.

Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.

Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

2. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

3. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :

perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.

Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right bundle branch block).

Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

4. Scanning paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

5. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.

Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.


Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

1. Status asmatikus

2. Atelektasis

3. Hipoksemia

4. Pneumothoraks

5. Emfisema

©2003 Digitized by USU digital library


6. Deformitas thoraks

7. Gagal nafas


Penatalaksanaan

Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.

2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma

3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai

penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.


Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:

1. Pengobatan non farmakologik: Memberikan penyuluhan

Menghindari faktor pencetus

Pemberian cairan

Fisiotherapy

Beri O2 bila perlu.


2. Pengobatan farmakologik :

Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan : a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)

Nama obat :

- Orsiprenalin (Alupent)

- Fenoterol (berotec)

- Terbutalin (bricasma)

Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.

b. Santin (teofilin)

Nama obat :

- Aminofilin (Amicam supp)

- Aminofilin (Euphilin Retard)

- Teofilin (Amilex) Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.

Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).


Kromalin

©2003 Digitized by USU digital library


Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.

Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.


Pengkajian

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:


Riwayat kesehatan yang lalu:

• Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.

• Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.

• Kaji riwayat pekerjaan pasien.



Aktivitas

• Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.

• Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.

• Tidur dalam posisi duduk tinggi.


Pernapasan

• Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.

• Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.

• Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.

• Adanya bunyi napas mengi.

• Adanya batuk berulang.


Sirkulasi

• Adanya peningkatan tekanan darah.

• Adanya peningkatan frekuensi jantung.

• Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.

• Kemerahan atau berkeringat.


Integritas ego

• Ansietas

• Ketakutan

• Peka rangsangan

• Gelisah


Asupan nutrisi

• Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.

• Penurunan berat badan karena anoreksia.


Hubungan sosal

• Keterbatasan mobilitas fisik.

• Susah bicara atau bicara terbata-bata.

• Adanya ketergantungan pada orang lain.


©2003 Digitized by USU digital library


Seksualitas

• Penurunan libido


Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


Diagnosa 1 : Tak efektif bersihan jalan nafas b/d bronkospasme.


Hasil yang diharapkan: mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih dan jelas.


INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
• Auskultasi bunyi nafas, catat
adanya bunyi nafas, ex: mengi
• Kaji / pantau frekuensi
pernafasan, catat rasio inspirasi /
ekspirasi.
• Catat adanya derajat dispnea,
ansietas, distress pernafasan,
penggunaan obat bantu.
• Tempatkan posisi yang nyaman
pada pasien, contoh :
meninggikan kepala tempat tidur,
duduk pada sandara tempat tidur
• Pertahankan polusi lingkungan
minimum, contoh: debu, asap dll
• Tingkatkan masukan cairan
sampai dengan 3000 ml/ hari
sesuai toleransi jantung
memberikan air hangat.
Kolaborasi
• Berikan obat sesuai dengan
indikasi bronkodilator. • Beberapa derajat spasme
bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan nafas dan
dapat/tidak dimanifestasikan
adanya nafas advertisius.
• Tachipnea biasanya ada pada
beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan
atau selama stress/ adanya
proses infeksi akut.
• Disfungsi pernafasan adalah
variable yang tergantung pada
tahap proses akut yang
menimbulkan perawatan di
rumah sakit.
• Peninggian kepala tempat
tidur memudahkan fungsi
pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.
• Pencetus tipe alergi
pernafasan dapat mentriger
episode akut.
• Hidrasi membantu
menurunkan kekentalan
sekret, penggunaan cairan
hangat dapat menurunkan
kekentalan sekret,
penggunaan cairan hangat
dapat menurunkan spasme
bronkus.
• Merelaksasikan otot halus dan
menurunkan spasme jalan
nafas, mengi, dan produksi
mukosa.

©2003 Digitized by USU digital library


7


Diagnosa 2: Malnutrisi b/d anoreksia


Hasil yang diharapkan : menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.


INTERVENSI RASIONALISASI
Mandiri
• Kaji kebiasaan diet, masukan
makanan saat ini. Catat derajat
kerusakan makanan.
• Sering lakukan perawatan oral,
buang sekret, berikan wadah
khusus untuk sekali pakai.
Kolaborasi
• Berikan oksigen tambahan
selama makan sesuai indikasi. • Pasien distress pernafasan akut
sering anoreksia karena
dipsnea.
• Rasa tak enak, bau menurunkan
nafsu makan dan dapat
menyebabkan mual/muntah
dengan peningkatan kesulitan
nafas.
• Menurunkan dipsnea dan
meningkatkan energi untuk
makan, meningkatkan masukan.

Diagnosa 3 : Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen

(spasme bronkus)


Hasil yang diharapkan ; perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan edukuat.


INTERVENSI RASIONALISASI
Mandiri
• Kaji/awasi secara rutin kulit
dan membrane mukosa.
• Palpasi fremitus
• Awasi tanda vital dan irama
jantung
Kolaborasi
• Berikan oksigen tambahan
sesuai dengan indikasi hasil
AGDA dan toleransi pasien. • Sianosis mungkin perifer
atau sentral keabu-abuan
dan sianosis sentral meng-
indikasi kan beratnya
hipoksemia.
• Penurunan getaran vibrasi
diduga adanya pengumplan
cairan/udara.
• Tachicardi, disritmia, dan
perubahan tekanan darah
dapat menunjukan efek
hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung.
• Dapat memperbaiki atau
mencegah memburuknya
hipoksia.

©2003 Digitized by USU digital library


8


Diognasa 4: Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.

Hasil yang diharapkan :

- mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi.

- Perubahan ola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.


INTERVENSI RASIONALISASI
Mandiri
• Awasi suhu.
• Diskusikan kebutuhan nutrisi
adekuat
Kolaborasi
• Dapatkan specimen sputum
dengan batuk atau pengisapan
untuk pewarnaan
gram,kultur/sensitifitas. • Demam dapat terjadi karena
infeksi dan atau dehidrasi.
• Malnutrisi dapat mem-
pengaruhi kesehatan umum
dan menurunkan tahanan
terhadap infeksi

• untuk mengidentifikasi
organisme penyabab dan

kerentanan terhadap
berbagai anti microbial

Diagnosa 5: Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti.


Hasil yang diharapkan :

• menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.


INTERVENSI RASIONALISASI
• Jelaskan tentang penyakit
individu
• Diskusikan obat pernafasan,
efek samping dan reaksi yang
tidak diinginkan.
• Tunjukkan tehnik penggunaan
inhakler. • Menurunkan ansietas dan dapat
menimbulkan perbaikan
partisipasi pada rencana
pengobatan.
• Penting bagi pasien memahami
perbedaan antara efek samping
mengganggu dan merugikan.
• Pemberian obat yang tepat
meningkatkan keefektifanya.

©2003 Digitized by USU digital library


9


DAFTAR PUSTAKA



Baratawidjaja, K. (1990) “Asma Bronchiale”, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam,

Jakarta : FK UI.

Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”, Jakarta : AGC.

Crockett, A. (1997) “Penanganan Asma dalam Penyakit Primer”, Jakarta :

Hipocrates.

Crompton, G. (1980) “Diagnosis and Management of Respiratory Disease”, Blacwell

Scientific Publication.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan

Keperawatan”, Jakarta : EGC.

Guyton & Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC.

Hudak & Gallo (1997) “Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik”, Volume 1, Jakarta :

EGC.

Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”,

Jakarta : EGC.

Pullen, R. L. (1995) “Pulmonary Disease”, Philadelpia : Lea & Febiger.

Rab, T. (1996) “Ilmu Penyakit Paru”, Jakarta : Hipokrates.

Rab, T. (1998) “Agenda Gawat Darurat”, Jakarta : Hipokrates.

Reeves, C. J., Roux, G & Lockhart, R. (1999) “Keperawatan Medikal Bedah”, Buku

Satu, Jakarta : Salemba Medika.

Staff Pengajar FK UI (1997) “Ilmu Kesehatan Anak”, Jakarta : Info Medika.

Sundaru, H. (1995) “Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya”, Jakarta : FK UI.






























©2003 Digitized by USU digital library


10
07.05

askep thypus abdominalis

A. Konsep Dasar

1. Definisi

Thypus Abdominalis adalah suatu penyakit infeksi pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. (Rampengan,1990)

2. Anatomi Fisiologi

Susunan saluran pencernaan terdiri dari : O ris (mulut), faring (tekak), esofagus (kerongkongan), ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus halus), intestinum mayor (usus besar ), rektum dan anus. Pada kasus demam tifoid, salmonella typi berkembang biak di usus halus (intestinum minor). Intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada seikum, panjangnya  6 cm, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari : lapisan usus halus, lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulus longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).

Usus halus terdiri dari duodenum (usus 12 ja ri), yeyenum dan ileum.

Duodenum disebut juga usus dua belas jari, panjangnya  25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dari bagian kanan duodenum ini terdapat selapu t lendir yang membukit yang disebut papila vateri. Pada papila vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledikus) dan saluran pankreas (duktus wirsung/duktus pankreatikus). Dinding duodenum ini mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar brunner yang berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.

Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar  6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yeyenum dengan panjang  23 meter dari ileum dengan panjang 4 – 5 m. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritonium yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.

Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang

arteri dan vena mesenterika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritonium yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas.

Ujung dibawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan

lubang yang bernama orifisium ileoseikalis. Orifisium ini diperlukan oleh spinter ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukhim yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam asendens tidak masuk kembali ke dalam ileum.

Mukosa usus halus. Permukaan epitel yang sangata luas melalui lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan absorbsi. Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan sub mukosa yang dapat memperbesar permukaan usus. Pada penampang melintang vili dilapisi oleh epitel dan kripta yag menghasilkan bermacam-macam hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif dalam pencernaan.

Didalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel, termasuk banyak leukosit.

Disana-sini terdapat beberapa nodula jaringan limfe, yang disebut kelenjar


soliter. Di dalam ilium terdapat kelompok-kelompok nodula itu. Mereka membentuk tumpukan kelenjar peyer dan dapat berisis 20 sampai 30 kelenjar soliter yang panjangnya satu sentimeter sampai beberapa sentimeter. Kelenjar-kelenjar ini mempunyai fungsi melindungi dan merupakan tempat peradangan pada demam usus (tifoid). Sel-sel Peyer’s adalah sel-sel dari jaringan limfe dalam membran mukosa. Sel tersebut lebih umum terdapat pada ileum daripada yeyenum. ( Evelyn C. Pearce, 2000) Absorbsi. Absorbsi makanan yang sudah dicernakan seluruhnya berlangsung dalam usus halus melalui dua saluran, yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan saluran limfe di sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vili berisis lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epitelium.

Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang di absorbsi ke dalam lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan.

Fungsi usus halus

a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-

kapiler darah dan saluran – saluran limfe.

b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.

c. Karbohidrat diserap dalam betuk monosakarida.

Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang

menyempurnakan makanan.

a. Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik.

b. Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.

1. Laktase mengubah laktase menjadi monosakarida.

2. Maltosa mengubah maltosa menjadi monosakarida

3. Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida

d. Patofisiologi

Kuman Salmonella Typi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan

makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnakan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman Salmonella Typi kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini salmonella typi masuk ke aliran darah melalui duktus thoracicus. Kuman salmonella typi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typi bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian ekperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin salmonella typi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella typi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena


salmonella typi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh zat leukosit pada jaringan yang meradang.

Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala yang

timbul amat bervariasi. Perbedaaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah sangat berpengalamanpun dapat mengalami kesulitan membuat diagnosis klinis demam tifoid.

Dalam minggu pertama penyakit keluhan gejala serupa dengan penyakit

infeksi akut pada umumnya , yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisis hanya didapatkan suhu badan meningkat . dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas dengan demam, bradikardia relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi daan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.

3. Dampak Masalah a. Pada pasien

1) Pola persepsi dan metabolisme

Nafsu makan klien meurun yang disertai dengan mual dan muntah.

2) Pola eliminasi

Klien tyfoid biasanya mengalami konstipasi bahkan diare.

3) Pola aktivitas dan latihan

Klien demam tyfoid haruslah tirah baring total untuk mencegah terjadinya komplikasi yang berakibat aktivitas klien terganggu. Semua keperluan klien dibantu dengan tujuan mengurangi kegiatan atau aktivitas klien. Tirah baring totalnya yang dapat menyebabkan terjadinya dekubitus dan kontraktur sendi.

4) Pola tidur dan istirahat

Terganngu karena klien biasanya gelisah akibat peningkatan suhu tubuh.

Selain itu juga klien belum terbiasa dirawat di rumah sakit.

5) Pola penanggulangan stress

Pada pola ini terjadi gangguan dalam menyelesaikan permasalahan dari dalam diri klien sehubungan penyakit yang dideritanya.

b. Pada keluarga

1) Adanya beban mental sebagai akiabt dari salah satu anggota keluarganya dirawat di rumah sakit karena sakit yang di deritanya sehingga menimbulkan kecemasan.

2) Biaya merupakan masalah yang dapat menimbulkan beban keluarga. Bila perawatan yang diperlukan memerlukan perawatan yang konservatif yang lama di rumah sakit, akan memerlukan biaya yang cukup banyak, sehingga dapat menimbulkan beban keluarga.

3) Akibat klien di rawat di rumah sakit maka akan menambah kesibukan

keluarga yang harus menunggu anggota keluarga yang sakit.


B. Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan

asuhan keperawatan yang mempunyai empat tahapan yaitu pengkajian, perencanaan, palaksanaan dan evaluasi.

Proses keperawatan ini merupakan suatu proses pemecahan masalah yang

sistimatik dalam memberikan pelayanan keperawatan serta dapat menghasilkan rencana keperawatan yang menerangkan kebutuhan setiap klien seperti yang tersebut diatas yaitu melalui empat tahapan keperawatan. (Proses keperawatan : 9 & 12)

1. Pengkajian a. Pengumpulan data

1) Identitas klien

Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.

2) Keluhan utama

Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.

3) Riwayat penyakit sekarang

Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi

ke dalam tubuh.

4) Riwayat penyakit dahulu Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.

5) Riwayat penyakit keluarga

Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.

6) Riwayat psikososial dan spiritual

Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme yang

digunakan. Gangguan dalam beribadat karena klien tirah baring total dan lemah.

7) Pola-pola fungsi kesehatan

a) Pola nutrisi dan metabolisme

Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan

muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.

b) Pola eliminasi

Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena

tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.

c) Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total,

agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.

d) Pola tidur dan istirahat


Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu

tubuh.

e) Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan

ketakutan merupakan dampak psikologi klien.

f) Pola sensori dan kognitif

Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan

penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien.

g) Pola hubungan dan peran

Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di

rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.

h) Pola reproduksi dan seksual

Gangguan pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena

harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak mengalami gangguan.

i) Pola penanggulangan stress

Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan

sakitnya.

j) Pola tatanilai dan kepercayaan

Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan

tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya saat ini.

8) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum

Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410C, muka kemerahan.

b) Tingkat kesadaran

Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).

c) Sistem respirasi

Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.

d) Sistem kardiovaskuler

Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.

e) Sistem integumen

Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam

f) Sistem gastrointestinal

Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.

g) Sistem muskuloskeletal

Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.

h) Sistem abdomen


Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.

9) Pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaan darah tepi

Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas, terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000 – 4000 /mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin. Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari darah tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu pertama. Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan endotoksin. Laju endap darah meningkat.

b) Pemeriksaan urine

Didaparkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan lekosit dalam urine.

c) Pemeriksaan tinja

Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus dan perforasi.

d) Pemeriksaan bakteriologis

Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman salmonella dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.

e) Pemeriksaan serologis

Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ).

Adapun antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah antobodi O dan H. Apabila titer antibodi O adalah

1 : 20 atau lebih pada minggu pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan

1 atau 2 minggu kemudian menunjukkan diagnosa positif dari infeksi

Salmonella typhi.

f) Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat demam tifoid.

b. Analisa data Data yang sudah terkumpul dikelompokkan dan dianalisis untuk menentukan masalah klien. Untuk mengelompokkan data ini dilihat dari jenis data yang meliputi data subyek dan dan data obyek. Data subyek adalah data yang diambil dari ungkapan klien atau keluarga klien sedangkan data obyek adalah data yang didapat dari suatu pengamatan atau pendapat yang digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan. Data tersebut juga bisa diperoleh dari keadaan klien yang tidak sesuai dengan standart kriteria yang sudah ada. Untuk perawat harus jeli dan memahami tentang standart keperawatan sebagai bahan perbandingan apakah keadaan kesehatan klien sesuai tidak dengan standart yang sudah ada. (Lismidar, 1990) c. Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah kesehatan klien yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan. Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian data. Demam menggambarkan tentang masalah kesehatan yang nyata atau potensial dan pemecahannya membutuhkan tindakan keperawatan sebagai masalah klien yang dapat ditanggulangi. (Lismidar, 1990) Dari analisa data yang diperoleh maka diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus demam tifoid dengan masalah peningkatan suhu tubuh adalah sebagai berikut.

1) Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi kuman Salmonella typhi

2) Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan.

3) Gangguan rasa nyaman (kebutuhan tidur dan istirahat) sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.

4) Kecemasan sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.

5) Potensial terjadinya gangguan intregitas kulit sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.

6) Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan pemasangan infus.

2. Perencanaan

Pada tahap perencanaan ini meliputi penentuan prioritas diagnosa

keperawatan, menetapkan tujuan dan kriteria hasil, merumuskan rencana tindakan dan mengemukakan rasional dari rencana tindakan. Setelah itu dilakukan pendokumentasian diagnosa aktual atau potensial, kriteria hasil dan rencana tindakan. ( Lismidar, 1990 : 34&44)

Rencana keperawatan yang digunakan untuk memberikan asuhan

keperawatan klien pada dasarnya sesuai dengan masalah yang ditemukan pada klien dengan demam tifoid dan hal ini sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ada. Perencanaan berisi suatu tujuan pelayanan keperawatan dan rencana tindakan yang akan digunakan itu untuk mencapai tujuan, kriteria hasil dan rasionalisai berdasarkan susunan diagnosa keperawatan diatas, maka perencanaan yang dibuat sebagai berikut : a. Diagnosa keperawatan I

Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi

1) Tujuan : suhu tubuh turun sampai batas normal

2) Kriteria hasil :
a) Suhu tubuh dalam batas normal 36 – 37 0C

b) Klien bebas demam

3) Rencana tindakan

a) Bina hubungan baik dengan klien dan keluarga

b) Berikan kompres dingin dan ajarkan cara untuk memakai es atau

handuk pada tubu, khususnya pada aksila atau lipatan paha.

c) Peningkatan kalori dan beri banyak minuman (cairan)

d) Anjurkan memakai baju tipis yang menyerap keringat.

e) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu dan denyut nadi


f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan terutama

anti piretik.

4) Rasional

a) Dengan hubungan yang baik dapat meningkatkan kerjasama dengan

klien sehingga pengobatan dan perawatan mudah dilaksanakan.

b) Pemberian kompres dingin merangsang penurunan suhu tubuh.

c) Air merupakan pangatur suhu tubuh. Setiap ada kenaikan suhu

melebihi normal, kebutuhan metabolisme air juga meningkat dari kebutuhan setiap ada kenaikan suhu tubuh.

d) Baju yang tipis akan mudah untuk menyerap keringat yang keluar.

e) Observasi tanda-tanda vital merupakan deteksi dini untuk mengetahui

komplikasi yang terjadi sehingga cepat mengambil tindakan

f) Pemberian obat-obatan terutama antibiotik akan membunuh kuman

Salmonella typhi sehingga mempercepat proses penyembuhan sedangkan antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh.

b. Diagnosa keperawatan II

Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan.

1) Tujuan : kekurangan

2) Kriteria hasil :

a) Mukosa mulut dan bibir tetap basah, turgor kulit normal.

b) Tanda-tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan) dalam batas

normal.

3) Rencana tindakan

a) Monitor intake atau output tiap 6 jam

b) Beri cairan (minum banyak 2 – 3 liter perhari) dan elektrolit setiap

hari.

c) Masukan cairan diregulasi pertama kali karena adanya rasa haus.

d) Hindarkan sebagian besar gula alkohol, kafein.

e) Timbang berat badan secara efektif.

f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan secara

intravena.

4) Rasional :

a) Pemenuhan cairan (input) dan koreksi terhadap kekurangan cairan

yang keluar serta deteksi dini terhadap keseimbangan cairan.

b) Cairan yang terpenuhi dapat membantu metabolisme dalam

keseimbangan suhu tubuh.

c) Haluaran cairan di regulasi oleh kemampuan ginjal untuk memekatkan

urine.

d) Gula, alkohol dan kafein mengandung diuretik meningkatkan produksi

urine dan menyebabkan dehidrasi.

e) Kehilangan berat badan 2-5 % menunjukkan dehidrasi ringan, 5-9 %

menunjukkan dehidrasi sedang.

f) Sebagai perawat melakukan fungsinya (independen) sebaik-baiknya.

c. Diagnosa keperawatan III


Gangguan rasa nyaman (kebutuhan istirahat dan tidur) sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.

1) Tujuan : kebutuhan rasa nyaman (istirahat dan tidur) terpenuhi

2) Kriteria hasil :

a) Klien dapat/mampu mengekspresikan kemampuan untuk istirahat dan

tidur.

b) Kebutuhan istirahat dan tidur tidak terganggu.

3) Rencana tindakan

a) Pertahankan tempat tidur yang hangat dan bersih dan nyaman.

b) Kebersihan diri (cuci mulut, gosok gig, mandi sebagian)

c) Mengkaji rutinitas istirahat dan tidur klien sebelum dan sesudah

masuk rumah sakit.

d) Kurangi atau hilangkan distraksi lingkungan atau kebisingan.

e) Batasi pengunjung selama peroide istirahat dan tidur.

f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi (antipiretik).

4) Rasional :

a) Tempat tidur yang nyaman dapat memberi kenyamanan dalam masa

istirahat klien.

b) Kebersihan diri juga dapat memberikan rasa nyaman dan dapat

membantu kenyamanan klien dalam istirahat dan tidur.

c) Dapat memantau gangguan pola tidur dan istirahat yang dirasakan.

d) Lingkungan yang tidak tenang, bagi klien akan cepat menambah beban

atau penderitaannya.

e) Pengunjung yang banyak akan mengganggu istirahat dan tidur klien.

f) Antipiretik dapat menurunkan suhu yang tinggi sehingga kebutuhan

istirahat dan tidur klien terpenuhi atau gangguan yang selama ini dialami akan berkurang.

d. Diagnosa keperawatan IV

Cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakitnya.

1) Tujuan : cemas berkurang atau hilang

2) Kriteria hasil :

a) Klien mengerti tentang penyakitnya, kecemasan hilang atau berkurang.

b) Klien menerima akan keadaan penyakit yang dideritanya.

3) Rencana tindakan

a) Beri penjelasan pada klien tentang penyakitnya

b) Kaji tingkat kecemasan klien

c) Dampingi klien terutama saat-saat cemas.

d) Tempatkan pada ruangan yang tenang, kurangi kontak dengan orang

lain, klien lain dan keluarga yang menimbulkan cemas.

4) Rasional :

a) Klien mengerti dan merespon dari penjelasan secara kooperatif.

b) Dapat memberi gambaran yang jelas apa yang menjadi alternatif

tindakan yang direncanakan.

c) Klien merasa diperhatikan dan dapat menurunkan tingkat kecemasan.

d) Dengan ruangan yang tenang dapat mengurangi kecemasannya

e. Diagnosa keperawatan V


Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan pemasangan infus.

1) Tujuan : tidak terjadi infeksi pada daerah pemasangan infus.

2) Kriteria hasil :

a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi

b) Infeksi tidak terjadi.

3) Rencana tindakan

a) Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang tanda-tanda infeksi.

b) Mengganti atau merawat daerah pemasangan infus.

c) Lakukan pemasangan infus secara steril dan jangan lupa mencuci

tangan sebelum dan sesudah pemasangan.

d) Cabut infus bila terdapat pembengkakan atau plebitis.

e) Observasi tanda-tanda vital dan tand-tanda infeksi di daerah

pemasangan infus.

4) Rasional :

a) Klien dapat mengetahui tanda-tanda infeksi dn melaporkan segera bila

terasa sakit di daerah pemasangan infus.

b) Mencegah terjadinya infeksi karena pemasangan infus yang lama.

c) Dengan cara steril adalah tindakan preventif terhadap kemungkinan

terjadinya infeksi.

d) Mencegah atau menghindari kondisi yang lebih buruk lagi akibat

infeksi.

e) Dengan observasi yang dilakukan akan dapat mengetahui secara dini

gejala atau tanda-tanda infeksi dan keadaan umum klien.

f. Diagnosa keperawatan VI

Potensial terjadi gangguan integritas kulit sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh

1) Tujuan : tidak terjadi gangguan intregitas kulit.

2) Kriteria hasil :

a) Tidak terdapat tanda-tanda gangguan integritas kulit (kemerahan,

lecet).

b) Tidak terjadi luka lecet.

3) Rencana tindakan

a) Tingkatkan latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan jika

mungkin.

b) Ubah posisi tubuh tiap 2 jam sekali.

c) Anjurkan menjaga kulit tetap bersih dan kering.

d) Jaga suhu dan kelembaban lingkungan yang berlebihan.

4) Rasional :

a) Memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi penekanan yang

berlebihan .

b) Merubah posisi tidur dapat memperbaiki sirkulasi darah dan

mengurangi penekanan yang berlebihan di daerah yang menonjol.

c) Menjaga kulit tetap bersih dan kering dapat mengurangi masuknya

penyakit yang menyebabkan infeksi.

d) Panas tubuh / demam dengan kelembaban lingkungan yang baik akan

turun sesuai keadaan lingkungannya serta dapat mencegah terjadinya


infeksi.

3. Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan kepada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan meliputi peningkatan kesehatan atau pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dari fasilitas yang dimiliki.

Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaks anakan dengan baik

jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisiasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama perawatan atau pelaksanaan perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. dan meprioritaskannya. Semua tindakan keperawatan dicatat ke dalam format yang telah ditetapkan institusi.

4. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir proses keperewatan untuk

melengkapi proses keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan telah berhasil dicapai, melalui evaluasi memungkinkan perawatan untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan , tetapi evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Diagnosa juga perlu dievaluasi untuk menentukan apakah realistik dapat dicapai dan efektif.
17.23

Andaikata ...
Seperti yang telah biasa dilakukannya ketika salah satu sahabatnya meninggal dunia Rosulullah mengantar jenazahnya sampai ke kuburan. Dan pada saat pulangnya disempatkannya singgah untuk menghibur dan menenangkan keluarga almarhum supaya tetap bersabar dan tawakal menerima musibah itu.Kemudian Rosulullah berkata, "Tidakkah almarhum mengucapkan wasiat sebelum wafatnya?"
Istrinya menjawab, "Saya mendengar dia mengatakan sesuatu diantara dengkur nafasnya yang tersengal-sengal menjelang ajal"
"Apa yang di katakannya?"
"saya tidak tahu, ya Rosulullah, apakah ucapannya itu sekedar rintihan sebelum mati, ataukah pekikan pedih karena dasyatnya sakaratul maut. Cuma, ucapannya memang sulit dipahami lantaran merupakan kalimat yang terpotong-potong."
"Bagaimana bunyinya?" desak Rosulullah.
Istri yang setia itu menjawab,"suami saya mengatakan "Andaikata lebih panjang lagi....andaikata yang masih baru....andaikata semuanya...." hanya itulah yang tertangkap sehingga kami bingung dibuatnya. Apakah perkataan-perkataan itu igauan dalam keadaan tidak sadar,ataukah pesan-pesan yang tidak selesai?"

Rosulullah tersenyum."sungguh yang diucapkan suamimu itu tidak keliru," ujarnya.
"Kisahnya begini. pada suatu hari ia sedang bergegas akan ke masjid untuk melaksanakan shalat jum'at. Ditengah jalan ia berjumpa dengan orang buta yang bertujuan sama. Si buta itu tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntun. Maka suamimu yang membimbingnya hingga tiba di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas penghabisan, ia menyaksikan pahala amal sholehnya itu, lalu iapun berkata "andaikan lebih panjang lagi". Maksudnya, andaikata jalan ke masjid itu lebih panjang lagi, pasti pahalanyalebih besar pula."
Ucapan lainnya ya Rosulullah? "tanya sang istri mulai tertarik.
Nabi menjawab, "adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala, ia melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia pergi ke masjid pagi-pagi, sedangkan cuaca dingin sekali, di tepi jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, hampir mati kedinginan. Kebetulan suamimu membawa sebuah mantel baru, selain yang dipakainya. Maka ia mencopot mantelnya yang lama, diberikannya kepada lelaki tersebut. Dan mantelnya yang baru lalu dikenakannya. Menjelang saat-saat terakhirnya, suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu sehingga ia pun menyesal dan berkata, "Coba andaikan yang masih yang kuberikan kepadanya dan bukan mantelku yang lama, pasti pahalaku jauh lebih besar lagi". Itulah yang dikatakan suamimu selengkapnya."
Kemudian, ucapannya yang ketiga, apa maksudnya, ya Rosulullah?" tanya sang istri makin ingin tahu. Dengan sabar Nabi menjelaskan, "ingatkah kamu pada suatu ketika suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan meminta disediakan makanan? Engkau menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur dengan daging. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba-tiba seorang musyafir mengetuk pintu dan meminta makanan. Suamimu lantas membagi rotinya menjadi dua potong, yang sebelah diberikan kepada musyafir itu. Dengan demikian, pada waktu suamimu akan nazak, ia menyaksikan betapa besarnya pahala dari amalannya itu. Karenanya, ia pun menyesal dan berkata "kalau aku tahu begini hasilnya, musyafir itu tidak hanya kuberi separoh. Sebab andaikata semuanya kuberikan kepadanya, sudah pasti ganjaranku akan berlipat ganda."
Memang begitulah keadilan Tuhan. Pada hakekatnya, apabila kita berbuat baik, sebetulnya kita juga yang beruntung, bukan orang lain. Lantaran segala tindak-tanduk kita tidak lepas dari penilaian Allah. Sama halnya jika kita berbuat buruk. Akibatnya juga akan menimpa kita sendiri.Karena itu Allah mengingatkan: "kalau kamu berbuat baik, sebetulnya kamu berbuat baik untuk dirimu. Dan jika kamu berbuat buruk, berarti kamu telah berbuat buruk atas dirimu pula." (surat Al Isra':7) sumber : Kisah-kisah Islam.hlp by Heksa

TOLONG MAAFKAN AKU, KAWAN

Suatu ketika di sebuah sabana, berkumpullah kelompok harimau. Di kelompok itu, juga tinggal beberapa harimau muda yang baru mulai belajar berburu. Ada seekor harimau muda yang terlihat menjauh dari kelompok itu. Dia ingin mencari tantangan.
Kaki-kaki mudanya melintasi rumput-rumput yang belum terjamah. Matanya terlihat waspada mengawasi sekitarnya. Tanpa disadari, kakinya menuju sebuah telaga yang menjorok ke dalam. Airnya begitu bening, memantulkan apa saja yang terlihat di atasnya. Sang harimau muda terkejut, ketika dilihatnya ada seekor harimau lain di sana. "Hei...ada harimau lain yang tinggal di dalam air."
Kucing besar itu masih tertegun ketika melihat harimau di telaga itu selalu mengikuti setiap gerak-geriknya. Ketika dia mundur menjauh, harimau dalam telaga itu pun ikut menghilang. Sesaat kemudian, harimau itu menyembulkan kepalanya, oh, ternyata harimau telaga itu masih ada. Dipasangnya senyum persahabatan, dan ada balasan senyum dari arah telaga. "Akan kuberitahu yang lain. Ada seekor harimau baik hati yang tinggal di tempat ini."
Kabar tentang harimau dalam telaga itu pun segera diberitahukannya. Ada seekor harimau lain yang tertarik, dan ingin membuktikan cerita itu. Setelah beberapa saat, sampailah dia di telaga itu. Dengan berhati-hati, hewan belang itu memperhatikan sekeliling. Ups.. kakinya hampir terperosok ke dalam telaga. Dia terlihat mengaum, seraya menyembulkan kepalanya ke arah lubang telaga. "Hei...ada harimau yang sedang marah di dalam sana," begitu pikirnya dalam hati. Harimau itu kembali menyeringai, memamerkan seluruh taring miliknya. Dia menunjukkan muka marah. Ohho, ternyata harimau dalam telaga pun tak kalah, dan melakukan tindakan serupa. "Ah, temanku tadi pasti berbohong." Tak ada harimau baik dalam telaga itu. Aku hampir saja dimakannya. Lihat, wajahnya saja terlihat marah, dan selalu menggeram. Aku tak mau berteman dengan harimau dalam telaga itu." Harimau yang masih marah itu segera bergegas pergi. Rupanya ia tidak menyadari bahwa harimau dalam telaga itu, sesungguhnya adalah pantulan dari dirinya.
Pandangan orang lain, sama halnya dengan cermin dan telaga, adalah pantulan dari sikap kita terhadap mereka. Dugaan dan sangkaan yang kerap muncul, bisa jadi adalah refleksi dari perlakuan kita terhadap mereka. Baik dan buruknya suatu tanggapan, tak lain merupakan balasan dari diri kita sendiri. Layaknya cermin dan air telaga, semuanya akan memantulkan bayangan yang serupa. Tak kurang dan tak lebih.
Agaknya kita perlu mencari sebuah cermin besar untuk berkaca. Menatap seluruh wajah kita, dan mengatakan kepada orang di dalam cermin itu. Tataplah dalam-dalam, seakan ingin menyelami seluruh wajah itu dan berkata, "Sudahkah saya menemukan wajah yang bersahabat di dalam sana?" Teman, cobalah menatap wajah kita dalam-dalam, dan cobalah jujur menjawabnya, "Sudahkah kutemukan wajah yang bersahabat di dalamnya?" (echa)